Pameran Fotografi: Yannick Cormier, Ideas Are Like Fish

By poetry - 01.05


Pameran yang digelar tanggal 23 - 30 Mei 2015, di Ruang MES 56
 “Di balik setiap gambar, sesuatu menghilang”-   Jean Baudrillard

Berawal dari emosi dan keterpukauan saya, yang dipicu oleh foto-foto yang saya temui. Karya fotografi ini ingin mengangkat mereka yang terlupakan dari perekonomian India yang menakjubkan. Berbagai komunitas mencoba mempertahankan ritual dan tradisi di tengah lingkungan yang di dalamnya terdapat revolusi ekonomi dengan globalisasi yang mengubah wajah bangsa secara cepat. Saya ingin menyaksikan sendiri tradisi dan asal muasal suatu bangsa, dengan cara yang estetis dan peka. Bersamaan dengan itu pula, sebuah perjalanan ke pulau Jawa, ke Yogyakarta, di Indonesia tempat terjadinya pertemuan-pertemuan unik telah mengantarkan saya pada tema; penggalan tak terpisahkan.

Proyek fotografi ini, yang kemudian menjadi obsesi sesungguhnya, diilhami dari pengalaman, perjumpaan dan kegiatan membaca saya, dsb. Proyek ini banyak berkembang seiring berjalannya waktu. Secara bersamaan, sebagai persona, saya juga berkembang berkat proyek ini dan membuat saya menemukan hal yang baru. Benar-benar ada pergulatan yang nyata antara praktik dan siapa saya sebagai persona.

Metode yang saya pakai sekarang adalah fotografi jurnalistik, yang tidak bisa menghindari investigasi dan realitas. Sebaliknya, saya memiliki kebebasan penuh mengenai lamanya waktu pengambilan obyek, interpretasi atas apa yang saya lihat dan pemilihan foto-foto. Pada akhirnya, hanya ide dan representasi yang diperhitungkan. Pentingnya dokumen adalah esensi dan menentukan dalam setiap proyek saya: dari kecermatan dokumentasi ini akan lahir, atau tidak, puisi.
                                                                                                                         Yannick Cormier
 “Ide itu bagaikan ikan” oleh Jean-Pascal Elbaz
« Ide itu bagaikan ikan. Jika kamu ingin menangkap ikan kecil, kamu bisa berada di air dangkal. Tapi jika kamu ingin menangkap ikan besar, kamu harus pergi lebih dalam. Jauh di bawah kedalaman, ikan itu lebih kuat dan lebih suci. Mereka itu luar biasa besar dan abstrak.
Dan mereka sangat indah. »

-David Lynch, Catching the Big Fish: Meditation, Consciousness, and Creativity
Pada Januari 2014, Yannick Cormier, Fotografer yang tinggal di India sejak lebih dari 10 tahun, kembali lagi selama 3 minggu di kota Yogyakarta, Indonesia, yang sudah pernah dikunjunginya 2 tahun sebelumnya. Dari pagi hingga malam yang gelap, menyusuri kota di segala penjuru, Yannick Cormier tak henti–hentinya menangkap esensi dengan kamera berwarna peraknya, kesan yang ia rasakan tentang kota ini, masyarakatnya, kejadian yang sedikit banyak terlihat melingkupinya.

Dari kunjungan ke sanggar seniman hingga perjalanan di desa lereng gunung Merapi yang subur namun berbahaya, ia mengembara di reruntuhan candi-candi Hindu atau di gang yang remang-remang di ibukota budaya Jawa, matanya selalu mencari sesuatu.

Fotografer ini mempunyai pandangan yang tajam dan  hanya mengambil  sedikit gambar yang klise mengenai suatu hal. Akurat, tegas, cekatan dan setia dengan maestro fotografer dan pelukis besar yang menginspirasinya, setiap gambarnya dikomposisi dengan teliti, terukir oleh cahaya, merangkai sebuah dialog yang penuh rasa hormat dan empati dengan subjeknya.

Potret kota dalam bentuk montase yang ditampilkan sungguh sangat jauh dari apa yang mungkin kita harapkan. Yannick Cormier ingin turun lebih dalam ke pelosok kota, merangkai percakapan dengan masyarakatnya, dan memunculkan ke khalayak sebuah potret yang mencengangkan, tidak biasa dan mengagumkan.
Yannick Cormier langsung merasakan sebuah sensualitas yang besar di Jogja yang berusaha ia ungkapkan melalui pose yang simpel dan meyakinkan  dari modelnya yang menghadap lensa atau sentuhan sinar matahari pagi pada pemandangan sawah. Ia melukis galeri dengan potret-potret yang menggetarkan, remaja muslim berjilbab dan bercahaya yang berhadapan dengan pelacur remaja dari sebuah daerah miskin.

Selalu terpesona dengan topeng, pekerjaan yang tak henti-hentinya ia lakukan di India, Jawa juga menawarkannya baik topeng tradisional dari tari di Kraton, atau topeng-topeng di desa yang aneh maupun topeng-topeng yang ditemukannya secara tidak sengaja di simpang-siurnya jalan saat perjumpaan nokturnal... dan hingga sampai pada penyamaran dan tato.

Dibesarkan di lingkungan multikultural, karya fotografi Yannick Cormier terikat dengan asalnya di Prancis, lalu di India, untuk mendokumentasikan mereka yang tidak diperhitungkan dalam masyarakat yang menghadapi modernisasi: kasta rendah, kaum gipsi, transgender. Di Jogjakarta ia juga mengumpulkan potret para “tak terlihat” dengan latar lukisan perkotaan kontra-budaya: masyarakat kecil di sepanjang pinggir kali, tukang becak, dan juga anggota asosiasi yang bekerja dengan kaum transeksual..

Potret kota yang disajikan oleh Yannick Cormier membuka mata kita pada sebuah realitas lain yang tercipta dari bayangan dan cahaya, dari topeng dan realitas, tercampur dengan kreasi agung ritme dan komposisi, keindahan dan kesuraman, permukaan dan kedalaman.

Ruang MES 56, Jalan Mangkuyudan No. 53A, Yogyakarta 55143 (www.mes56.com)

  • Share:

You Might Also Like

1 Comments